Tuesday, 15 September 2015

Pasir dan Mutiara


Sinta yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di sebuah perguruan tinggi. Tanpa pengalaman, berbekal ijazah dan impian yang besar, dia mulai menapakkan langkah, mencoba terjun ke masyarakat dengan mencari pekerjaan. Dia mengirim banyak surat lamaran kerja ke berbagai perusahaan. Tes demi tes ia ikuti, ada beberapa perusahaan yang ia tolak karena setelah ia lihat, perusahaan itu hanya perusahaan kecil. Sampai akhirnya ia memilih untuk menerima tawaran di sebuah perusahaan ternama. Tapi, saat diterima, ternyata pekerjaan yang didapat tidak sesuai dengan kemampuan dan kemauannya. Ia merasa ilmu yang ia punya lebih dari yang bisa ia pakai di perusahaan tersebut, ia merasa tidak bisa berkembang disitu.

Saat dia pindah ke perusahaan lain, ternyata keadaan tidak berubah. Ia merasa perusahaan tidak menghargainya dengan tidak menaikkan gajinya. Dan kemudian ia pun berpindah lagi, keadaan pun tidak jauh berbeda, ia merasa rekan –rekan kerjanya tidak bisa bekerja sama, atasannya tidak mendukungnya. Kekecewaannya berulang lagi. Ia merasa kecewa pada perusahaan, kecewa pada diri sendiri, dan kecewa pada penerimaan orang lain terhadap dirinya yang tidak sesuai dengan harapannya. Semua itu menyebabkan dia semakin hari merasa semakin stres, dan akhirnya berniat mengakhiri hidupnya dengan jalan bunuh diri.

Untuk mewujudkan niatnya, dia memilih lautan sebagai tempat untuk bunuh diri. Setibanya di tepi laut yang berombak besar, segera niatnya dilaksanakan. Dia pun berlari mengejar ombak dan melemparkan dirinya ke dalam gelombang air pasang yang siap menelan tubuhnya. Tetapi usahanya gagal! Beberapa kali ia mencoba, juga gagal lagi. Saat itu, ada pria setengah baya yang kebetulan melihat ulah si pemuda dan segera menghampirinya. Orang itu lantas bertanya kepadanya, "Hei anak muda, kenapa engkau mau mengakhiri hidupmu dengan jalan pintas seperti ini?" Dengan muka sedih dan kepala tertunduk, Sinta menjawab, "Hidupku sungguh tidak berarti. Aku gagal!

Aku kecewa pada perusahaan tempatku bekerja. Aku kecewa pada diriku sendiri. Aku juga kecewa pada masyarakat yang meremehkan dan memandang rendah diriku. Untuk apa lagi aku hidup seperti ini?" "Anak muda, caramu berpikir itu salah! Pantas kamu mengambil jalan pintas seperti ini. Lihatlah ini," bapak itu berkata sambil tangannya mengambil sejumput pasir dan kemudian melemparkan ke depan. Pasir itu pun segera terserak bersama pasir yang lain. Setelah itu, dia berkata, "Pungutlah pasir yang saya lempar tadi."
"Ah, mana mungkin pasir itu bisa saya pungut lagi," jawab Sinta keheranan, tak tahu apa maksud bapak itu menyuruhnya seperti itu. Melihat Sinta itu tampak tak mengerti maksud perintahnya, bapak itu kemudian ganti mengambil suatu benda dari kantong sakunya dan berkata, "Sekarang, pungutlah mutiara ini." Bapak itu lantas melemparkannya mutiara dari kantongnya, sama seperti pasir tadi. Dengan segera dipungutlah mutiara itu oleh Sinta. 
Mudah sekali!
"Nah anak muda, pasir di pantai, yang lainnya. Kalau memperoleh jadilah seperti menjadi mutiara, tidak ringan. menyalahkan orang dengan sungguh-kemudian hari." dirimu saat ini, sama seperti butir tidak berbeda dengan pasir-pasir kamu ingin diakui keberadaanmu dan perhargaan dari orang lain, maka mutiara ini. 
Tetapi, untuk bisa perlu waktu dan perjuangan yang Maka, berhentilah mengeluh dan lain. Belajar dan poleslah diri sungguh dan jadilah mutiara di Sinta spontan menjabat erat tangan bapak itu, "Terima kasih Pak, saya memang salah. Sekarang saya sadar dan mengerti. Saya berjanji akan berubah dan memoles diri dengan keras untuk menjadi mutiara sejati."

Rekan-rekan, cerita diatas bukan hanya sekedar bualan. Seringkali masalah ini kita alami.
Sering kita merasa tidak puas dengan pekerjaan yang sudah kita dapat. Itu pula yang akhir-akhir ini sering saya dengar dari rekan-rekan di kantor. Walaupun tidak semua orang menyerah dengan keadaan ini, ada juga diantara rekan-rekan yang justru tertantang dengan keadaan ini. Kita pasti selalu ingat bahwa cita-cita kita adalah meraih kesuksean entah apapun bentuknya. Tapi seringkali kita lupa bahwa kesuksesan tidak datang dengan sendirinya. Tuhan tidak akan menghadiahkan sebuah kesuksesan begitu saja kepada manusia.

Kesuksesan itu membutuhkan proses dan perjuangan, saat kita bisa memahaminya, maka
mentalitas kita akan semakin kuat. Dengan keberanian, ketekunan, dan keuletan, kita siap menghadapi setiap rintangan yang muncul, untuk meraih kesuksesan dan kehidupan yang jauh lebih bernilai.

Kalau kita diminta memilih untuk menjadi mutiara atau pasir, saya yakin sebagian besar dari kita pasti memilih menjadi mutiara. Karena mutiara lebih indah, lebih bernilai dibandingkanpasir. Tetapi yang harus kita ingat bahwa Mutiara yang indah lahir dari proses alam yang cukup lama, bukan sesuatu yang instan. Begitu juga kita. Untuk menjadi orang yang dihargai,disegani, dan dihormati, juga perlu perjuangan berat. Jalan menuju kesuksesan sangat berliku,menuntut kesabaran dan kekuatan bertahan. 
Tapi, dengan satu tujuan yang pasti, kerja keras,tekad baja, kita akan pasti akan menjadi mutiara yang sangat indah dan berharga.Semua kembali kepada kita, apakah kita memilih menjadi mutiara atau tetap menjadi pasir di
pantai?????
 
Kata bijak minggu ini :
Kesuksesan bukan hadiah cuma-cuma.
Kesuksesan adalah buah dari cucuran keringat dan tetesan air mata.
Tak ada sukses tanpa perjuangan.
Jangan pernah memimpikan meraih sukses jika tak mau memerar
berkeringat dan mencucurkan air mata.
keep the spirit

No comments:

Post a Comment