Di areal pembangunan sebuah bendungan raksasa, seorang pekerja bernama Tigor terperosok ke dalam lubang yang cukup dalam sehingga ia tidak mampu keluar sendiri. Dia berteriak keras minta pertolongan. Seorang lelaki perlente dan berkacamata hitam mendengr teriakan itu. Dia menengok ke dalam lubang, melirik ke jam Rolex di tangan kirinya, lantas pergi buru-buru. Rupanya keperluan lain pemimpin proyek itu lebih penting daripada nyawa seorang pekerja.
Beberapa saat berlalu, seorang insinyur, kontraktor proyek tersebut, mendengar teriakan itu lalu mendatanginya. Dia memandang ke lubang dan menggelengkan kepalanya. Sambil berkaca pinggang ia memberikan ceramah kepada Tigor, “Hei, mengapa kau begitu ceroboh sampai terjerumus begini? Kalau berjalan jangan melamun dong! Itu mata nggak dipakai. Kamu payah sekali, di areal ini lubang Cuma satu, kamu kok terjerumus juga. Berjalan saja tidak becus, apalagi memasang batubata! Nanti kalau sudah keluar, hati-hati OK?” Setelah berkata demikian, ia pun pergi.
Beberapa menit berselang, seorang mandor menghampiri bibir lubang tersebut. Ia pun berusaha menolong. “
Saya akan membantumu. Kuulurkan tanganku ke bawah dan ulurkan tanganmu ke atas. Jika berhasil kutangkap, tanganmu akan kutarik keluar, Ok?” Lalu mereka mencoba saling mengulurkan tangan, tetapi tidak berhasil. Lubang itu terlalu dalam, dan mandor itu pun menyatakan menyesal tak dapat menolong Tigor.
Setengah jam kemudian, Bonar, seorang pekerja lain mendekati lubang itu, dan terkejut karena temannya terperangkap. Ia menoleh ke kiri kanan. Tanpa menunda-nunda lagi diambilnya tambang besar itu, diikatkannya pada sebatang tonggak lalu ujungnya diikatkan ke pinggangnya. Segera dia turun. Dengan hati-hati kakinya dijejakkan ke dinding lubang Bonar mencurahkan segenap keberaniannya, seolah-olah nyawa Tigor tergantung padanya.
Sesampai di dasar lubang ia berkata, “Hei, aku Bonar. Kau naik ke pundakku, pegang talinya yang erat, kita akan keluar dari lubang ini. “Tigor menurutinya, menaiki pundak Bonar dan berhasil menggapai tali. Setapak mereka mendaki dinding sumur. Akhirnya mereka berhasil keluar lubang maut itu. “Puji Tuhan!” kata Bonar lega. “Alhamdulillah!” seru Tigor terharu.
Cerita diatas seringkali kita jumpai dikehidupan sehari-hari. Respon tiap orang terhadap suatu masalah berbeda-beda. Secara umum respon kita tampak dalam 4 sikap.
Pertama, sikap sang pimpro yang pada pokoknya berkata, “ Emangnya gue pikirin. Ini kantor bukan milik nenek moyang gue. Peduli amat, mau untung syukur, mau bangkrut silakan. Peduli amat, yang penting digaji. Gue disini kan orang gajian, mau berkorban buat perusahaan? Sorry ye...harus ada imbalan yang sesuai dong. Kerja kan sesuai gaji..”
Sikap pertama ini adalah sikap yang intinya tidak peduli pada pekerjaan, pada perusahaan. Karyawan tersebut sekedar mencari nafkah, mencari sesuap nasi. Memang hal ini tidak bisa disalahkan, namun sudah jelas, bahwa sikap ini tidak bias diandalkan untuk mencapai kinerja optimal Kedua sikap kontraktor. Karyawan yang mempunyai sikap jago ngomong, gemar mengkritik, suka mencela, tetapi minim tindakan. Teorinya banyak, tetapi implementasinya nol. Suka melempar kesalahan pada orang lain, tidak mampu berkaca pada dirinya apakah dirinya lebih baik daripada orang yang dikritik. Apabila terjadi kesalahan, maka karyawan ini sibuk mencari kambing hitam, ia akan menyalahkan kanan dan kiri, kecuali diri sendiri.
Sikap ketiga adalah sikap mandor yang bekerja setengah hati. Awalnya bersemangat, tetapi di tengah jalan disergap rasa malas, akhirnya berhenti, terutama jika menghadapi kesulitan. Semangat awal sih oke, menggebu-gebu, namun karena tidak didukung komitmen total, maka mlempem ditengah jalan. Karyawan tipe ini paling semangat jika menjadi ditunjuk sebagai PIC, namun jika sudah mulai bekerja, ia mulai mundur dan meminjam tangan orang lain.
Keempat adalah sikap Bonar, inilah yang ideal. Jika menerima pekerjaan, ia tidak berhenti sampai pekerjaannya selesai dengan baik dan benar. Ia tidak puas jika hasil kerjanya belum memenuhi standar professional. Ia punya komitmen, mau berkeringat, dan bekerja hingga pemberi kerja puas. Rasa tanggung jawab menghalanginya mengorbankan mutu pekerjaan. Ia pantang bekerja sembarangan.
Dari keempat sikap manusia, lalu sikap mana yang ada pada kita?
Jika memang saat ini kita masih mengambil sikap pertama, kedua atau ketiga, maka sudah
saatnya kita berubah. Kita harus menuju sikap keempat, mempunyai semangat besar dan
komitmen besar terhadap pekerjaan kita.
Jangan ada lagi mencari kambing hitam, yang harus kita lakukan adalah bersama-sama mencari solusi. Jangan ada semangat membara di awal, tetapi mlempem kemudian.
Mungkin banyak diantara kita yang merasa berat, namun ada satu kunci yang paling tepat untuk mempunyai sikap keempat.
Mungkin banyak diantara kita yang merasa berat, namun ada satu kunci yang paling tepat untuk mempunyai sikap keempat.
Cintailah pekerjaan kita. Apapun pekerjaan kita, cintailah, karena pekerjaan yang kita punya adalah amanah yang kita terima.
Kata Bijak Minggu ini:
Cintailah pekerjaanmu segenap hati seperti mencintai pasanganmu.
Karena hanya dengan cinta, segalanya akan terasa lebih menyenangkan.
Cintailah pekerjaanmu segenap hati seperti mencintai pasanganmu.
Karena hanya dengan cinta, segalanya akan terasa lebih menyenangkan.
No comments:
Post a Comment